
Aturan anti-imigran yang lebih ketat dari Donald Trump mendapat kecaman bos-bos perusahaan teknologi AS yang bermarkas di Silicon Valley.
Bukan apa-apa, perusahaan teknologi itu hampir semuanya berstatus multinasional dengan tenaga kerja dari berbagai kebangsaan tanpa memandang suku, agama, ras dan antar golongan.
Google pun kalang kabut karena ratusan karyawannya ternyata berasal dari negara-negara dimaksud dan saat ini mereka sedang berada di luar AS. CEO Google, Sundar Pichai mengutarakan kekecewaannya dalam cuitan ini.
For generations, this country has been home to immigrants like Sanaz. Her story is playing out all over the country. Google is with you. https://t.co/mllnZ5gNDB
— Sundar Pichai (@sundarpichai) January 29, 2017
Pendiri Google lain, Sergey Brin, bahkan ketahuan ikut berdemo menentang kebijakan Trump di bandara San Francisco. Ia tergerak karena merasa sebagai pengungsi, di mana keluarganya dulu pindah dari Uni Soviet karena terancam bahaya.
Selain Google, Apple menyesalkan kebijakan Trump. “Apple tidak akan eksis tanpa imigrasi, apalagi berkembang dan berinovasi,” tulis CEO Apple, Tim Cook. Sudah diketahui umum bahwa pendiri Apple, Steve Jobs, adalah anak keturunan imigran Suriah.
CEO Facebook, Mark Zuckerberg, yang termasuk sosok paling getol menentang Trump. Statusnya menceritakan asal muasalnya dari berbagai etnis, termasuk istrinya sendiri.
https://www.facebook.com/zuck/posts/10103460278231481?pnref=story
Nah bagaimana masa depan Silicon Valley di era Trump? Masih harus diikuti dengan seksama.
Baca juga: Apple bukan lagi raja di Cina